Dikalangan studi
HI istilah diplomasi sangat terkanal, bahkan diplomasi merupakan hal yang harus
dipelajari dalam studi Hubungan Internasional. Menurut
Sir Ernest Satow, diplomasi adalah penerapan keterampilan taktik
pelaksanaan hubungan resmi antar pemerintah negara berdaulat secara damai.
Dari apa yang telah di definisikan oleh
Sir Ernest Satow bisa ditarik kesimpulan bahwasannya diplomasi memang merupakan
suatu perundingan antar pemerintah suatu negara secara damai. Damai disini
dalam artian bahwa untuk melakukan diplomasi haruslah terhindar dari yang
namanya konflik atau perang. Ketika
memang dalam suatu negosiasi itu berujung pada terjadinya konflik ataupun
perang, maka diplomasi itu bisa dikatakan gagal.
Seorang diplomat kawakan dari India Kuno
yakni Kautilya. Dalam bukunya Arthasastra, ia mengemukakan 4 (empat) tujuan dari
diplomasi yakni :
Acquisition (perolehan)
Preservation (pemeliharaan)
Augmentation (penambahan)
Distribution (pembagian yang
adil) Pencapaian Siddhi (kebahagaian)
Disini kami akan lebih mengulas pada tujuan
yang kedua yaitu Preservation (Pemeliharaan), Di bagian ini, hubungan yang sebelumnya telah diperoleh harus
dipelihara. Upaya pemeliharaan hubungan tersebut tentunya memiliki tujuan agar
hubungan yang ada tetap baik-baik saja dan juga damai. Bisa difahami bahwa
memang tujuan diplomasi itu untuk memelihara kedamaian dan berupanya untuk
sebisa mungkin terhindar dari konflik dan perang. Ada slogan yang begitu
terkenal yaitu “ jumping into troubled waters without making a splash ”.
Slogan ini bisa dikatakan seperti
slogannya “pegadaian” yakni mengatasi masalah tanpa masalah. Ketika memang
perang itu dianggap sebagai kelanjutan diplomasi, maka dalam negosiasi itu akan
menimbulkan masalah yang baru bukan mengatasi masalah tanpa masalah. Masalah
baru dari peperangan itu sendiri bisa berdampak pada negara yang terlibat
peperangan ataupun negara disekitarnya, disebut juga sebagai collateral
damage, kerusakan tambahan seperti kehancuran ekonomi, infrastruktur
seperti jalan, jembatan dan bangunan. Bahkan kerusakan psikologis seperti kasus
Holocaust oleh Nazi Jerman dan romusa serta Jugun Ianfu oleh Jepang.
Kembali pada
awal munculnya hubungan internasional (diplomasi), yakni muncul untuk menghindari
atau menyelesaikan masalah perang. Terdapat beberapa perjanjian seperti
perjanjian Westphalia, 1648. Perjanjian ini untuk mengakhiri 30 tahun
perang Eropa. Saat itu Eropa terjebak dengan “ war is the continuation of
diplomacy by other means ” yang membuat negara-negara Eropa kedalam mata
rantai peperangan terus menerus bahkan sampai pada dua perang dunia.
Selain itu
terdapat Organisasi Internasional yang bertujuan untuk menghindar dari perang,
ini merupakan salah satu negosiasi secara damai. Organisasi Internasional
dimulai ketika terbentuk kesepakatan pertama antara satuan-satuan politik
(political entities) yang otonom untuk menegaskan hak dan kewajiban bersama
demi kerjasama dan perdamaian. Organisasi internasional tidak pernah dibentuk
oleh para anggotanya untuk saling memusuhi dan memerangi. Disinilah mulai
terbentuknya suatu perundingan/negosiasi secara multilateral, yang mana dahulu
bertujuan untuk menyelesaikan atau menghindari agar tidak terjadi konflik
ataupun perang yaitu Liga Bangsa-Bangsa atau sekarang lebih dikenal sebagai
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bisa dilihat bahwa sekarang ini banyak berupaya
menghindari perang, karena perang merupakan suatu kesalahan. Perang merupakan
salah satu pelanggaran HAM, dimana dalam peperangan itu pasti akan banyak
berjatuhannya korban.
Salah satu upaya perundingan untuk
menghindari dari perang ialah “diplomasi preventif“ merupakan sebuah langkah
metode resolusi perselisihan secara damai seperti yang disebutkan dalam Artikel
33 piagam PBB yang diterapkan sebelum perselisihan melewati ambang batas untuk
memicu konflik. Konsep diplomasi preventif sendiri sejak pertama kali
diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal PBB yang kedua yakni Dag Hammarskjold
setengah abad lalu yang diungkapkan pada pidato pembukaan untuk laporan tahunan
kelimabelas majelis umm di PBB. Prinsip diplomasi preventif juga termuat
dalam hukum internasional yakni : Larangan menggunakan kekerasan (atikel 2 (4)
dalam piagam PBB), Penyelesaian perselisihan secara damai (artikel 2 (3) dalam piagam
PBB).
Dari apa
yang telah dipaparkan diatas bahwasannya perang itu memang harus dihindari. Ini
artinya diplomasi merupakan suatu upaya untuk menghindari konflik ataupun
menyelesaikan konflik/perang itu sendiri. Apabila dalam negosiasi itu berujung
pada tindakan peperangan maka negosiasi atau diplomasi yang dilakukan itu
gagal. Maka pernyataan “ war is the continuation
of diplomacy by other means ” adalah tidak tepat. Karena ketika perang
terjadi, maka itu merupakan suatu kegagalan dalam berdiplomasi.
REFERENSI
Materi Kuliah Diplomasi, Ratih
Herningtyas, SIP, MA. (Dosen HI UMY) “ Definisi dan
Signifikansi Diplomasi “
Kusumohamidjojo, Budiono. (1987). Hubungan
Internasional, Krangka Studi Analitis. Binacipta, Hal. 37-52.
(2013). Diplomasi : Penjelasan Menurut Arthasastra. [Versi
Elektronik]. Diakses pada 07 Juli 2013 dari : http://www.seniberpikir.com/diplomasi-penjelasan-menurut-arthasastra/
[Versi Elektronik]. Diakses pada 08 Juli 2013 dari :
Hijriyah, Nurulaini. (2012). Diplomasi Preventif. [Veri Elektronik].
Diakses pada 08 Juli 2013 dari : http://nurul-a-h-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-49501-NEGOSIASI%20DAN%20DIPLOMASI-DIPLOMASI%20PREVENTIF.html