Kamis, 11 Juli 2013

PERANG MERUPAKAN KEGAGALAN DARI DIPLOMASI


Dikalangan studi HI istilah diplomasi sangat terkanal, bahkan diplomasi merupakan hal yang harus dipelajari dalam studi Hubungan Internasional. Menurut Sir  Ernest Satow, diplomasi adalah penerapan keterampilan taktik pelaksanaan hubungan resmi antar pemerintah negara berdaulat secara damai.
       
Dari apa yang telah di definisikan oleh Sir Ernest Satow bisa ditarik kesimpulan bahwasannya diplomasi memang merupakan suatu perundingan antar pemerintah suatu negara secara damai. Damai disini dalam artian bahwa untuk melakukan diplomasi haruslah terhindar dari yang namanya konflik atau  perang. Ketika memang dalam suatu negosiasi itu berujung pada terjadinya konflik ataupun perang, maka diplomasi itu bisa dikatakan gagal.

Seorang diplomat kawakan dari India Kuno yakni Kautilya. Dalam bukunya Arthasastra, ia mengemukakan 4 (empat) tujuan dari diplomasi yakni : 
Acquisition (perolehan) 
Preservation (pemeliharaan) 
Augmentation (penambahan) 
Distribution (pembagian yang adil) Pencapaian Siddhi (kebahagaian)
       
Disini kami akan lebih mengulas pada tujuan yang kedua yaitu Preservation (Pemeliharaan), Di bagian ini, hubungan yang sebelumnya telah diperoleh harus dipelihara. Upaya pemeliharaan hubungan tersebut tentunya memiliki tujuan agar hubungan yang ada tetap baik-baik saja dan juga damai. Bisa difahami bahwa memang tujuan diplomasi itu untuk memelihara kedamaian dan berupanya untuk sebisa mungkin terhindar dari konflik dan perang. Ada slogan yang begitu terkenal yaitu “ jumping into troubled waters without making a splash ”.  Slogan ini bisa dikatakan seperti slogannya “pegadaian” yakni mengatasi masalah tanpa masalah. Ketika memang perang itu dianggap sebagai kelanjutan diplomasi, maka dalam negosiasi itu akan menimbulkan masalah yang baru bukan mengatasi masalah tanpa masalah. Masalah baru dari peperangan itu sendiri bisa berdampak pada negara yang terlibat peperangan ataupun negara disekitarnya, disebut juga sebagai collateral damage, kerusakan tambahan seperti kehancuran ekonomi, infrastruktur seperti jalan, jembatan dan bangunan. Bahkan kerusakan psikologis seperti kasus Holocaust oleh Nazi Jerman dan romusa serta Jugun Ianfu oleh Jepang.

Kembali pada awal munculnya hubungan internasional (diplomasi), yakni muncul untuk menghindari atau menyelesaikan masalah perang. Terdapat beberapa perjanjian seperti perjanjian Westphalia, 1648. Perjanjian ini untuk mengakhiri 30 tahun perang Eropa. Saat itu Eropa terjebak dengan “ war is the continuation of diplomacy by other means ” yang membuat negara-negara Eropa kedalam mata rantai peperangan terus menerus bahkan sampai pada dua perang dunia.

Selain itu terdapat Organisasi Internasional yang bertujuan untuk menghindar dari perang, ini merupakan salah satu negosiasi secara damai. Organisasi Internasional dimulai ketika terbentuk kesepakatan pertama antara satuan-satuan politik (political entities) yang otonom untuk menegaskan hak dan kewajiban bersama demi kerjasama dan perdamaian. Organisasi internasional tidak pernah dibentuk oleh para anggotanya untuk saling memusuhi dan memerangi. Disinilah mulai terbentuknya suatu perundingan/negosiasi secara multilateral, yang mana dahulu bertujuan untuk menyelesaikan atau menghindari agar tidak terjadi konflik ataupun perang yaitu Liga Bangsa-Bangsa atau sekarang lebih dikenal sebagai Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bisa dilihat bahwa sekarang ini banyak berupaya menghindari perang, karena perang merupakan suatu kesalahan. Perang merupakan salah satu pelanggaran HAM, dimana dalam peperangan itu pasti akan banyak berjatuhannya korban.  

Salah satu upaya perundingan untuk menghindari dari perang ialah “diplomasi preventif“ merupakan sebuah langkah metode resolusi perselisihan secara damai seperti yang disebutkan dalam Artikel 33 piagam PBB yang diterapkan sebelum perselisihan melewati ambang batas untuk memicu konflik. Konsep diplomasi preventif sendiri sejak pertama kali diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal PBB yang kedua yakni Dag Hammarskjold setengah abad lalu yang diungkapkan pada pidato pembukaan untuk laporan tahunan kelimabelas majelis umm di PBB.  Prinsip diplomasi preventif juga termuat dalam hukum internasional yakni : Larangan menggunakan kekerasan (atikel 2 (4) dalam piagam PBB), Penyelesaian perselisihan secara damai (artikel 2 (3) dalam piagam PBB).


Dari apa yang telah dipaparkan diatas bahwasannya perang itu memang harus dihindari. Ini artinya diplomasi merupakan suatu upaya untuk menghindari konflik ataupun menyelesaikan konflik/perang itu sendiri. Apabila dalam negosiasi itu berujung pada tindakan peperangan maka negosiasi atau diplomasi yang dilakukan itu gagal. Maka pernyataan war is the continuation of diplomacy by other means ” adalah tidak tepat. Karena ketika perang terjadi, maka itu merupakan suatu kegagalan dalam berdiplomasi.



REFERENSI

Materi Kuliah Diplomasi, Ratih Herningtyas, SIP, MA. (Dosen HI UMY) “ Definisi dan Signifikansi Diplomasi “

Kusumohamidjojo, Budiono. (1987). Hubungan Internasional, Krangka Studi Analitis. Binacipta, Hal. 37-52.

(2013). Diplomasi : Penjelasan Menurut Arthasastra. [Versi Elektronik]. Diakses pada 07 Juli 2013 dari : http://www.seniberpikir.com/diplomasi-penjelasan-menurut-arthasastra/

[Versi Elektronik]. Diakses pada 08 Juli 2013 dari :


Hijriyah, Nurulaini. (2012). Diplomasi Preventif. [Veri Elektronik]. Diakses pada 08 Juli 2013 dari : http://nurul-a-h-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-49501-NEGOSIASI%20DAN%20DIPLOMASI-DIPLOMASI%20PREVENTIF.html