1.
Latar Belakang
Liberasisasi
perdagangan jasa bukan merupakan kebudayaan asli masyarakat Indonesia. bagi
masyarakat Indonesia perdagangan jasa merupakan sesuatu yang baru. Namun
terlepas dari itu semua liberalisasi perdagangan jasa merupakan hal yang sudah
berjalan selama 16 tahun sejak Indonesia tergabung dalam World Trade Organization pada tahun 19951 dan perlu
dipahami oleh masyarakat karena pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat itu sendiri.
Liberalisasi
perdagangan jasa tidak lepas dengan adanya fenomena globalisasi dimana proses antar individu, bahkan antar negara yang saling
bergantung satu sama lain. Ciri-ciri globalisasi sudah banyak ditemui dalam
kehidupan. Salah satunya seperti handphone saat ini menjadi prioritas
masyarakat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Wabah globalisasi tidak
mengenal usia, baik dari kalangan muda maupun kalangan dewasa. Globalisasi juga
menimbulkan pemahaman baru pada masyarakat yang cenderung modernisasi 2.
Dimana keadaan yang kurang maju dan berkembang berubah menjadi lebih maju dan
berkembang. Seperti masyarakat Indonesia yang tingkat kehidupannya menjadi
lebih baik.
Salah satu “anak yang lahir” dari globalisasi
itu sendiri adalah Liberalisasi Perdagangan Jasa.di Liberalisasi
perdagangan jasa merupakan suatu keadaan dimana stiap perusahaan dan individu
bebas menjual jasa melampaui batas-batas negaranya. Ini berarti termasuk
didalamnya adalah kebebasan untuk mendirikan perusahaan di Negara lain dan
mendirikan memberikan kesempatan bagi individu-individu untuk bekerja di Negara
lain.
Liberalisasi
perdagangan jasa timbul karena beberapa fakta3, yaitu :
1. Perang dunia I dan II terjadi akibat
adanya perang dagang antar Negara. Perang dagang itu terjadi karena ada yang
menganut doktrin merkantilisme yang mengajarkan bahwa sebuah Negara akan
mengalami kemajuan jika mampu meningkatkan ekspor semaksimal mungkin dan
menekan impor seminimal mungkin4. Doktrin ini mendorong
Negara-negara untuk membuat kebijakan perdagangan yang bersifat protektif.
Artinya keberadaan produk dan hasil karya dalam negri dilindungi agar tidak
tercipta masyarakat yang cenderung lebih suka mengkonsumsi produk luar yang
akan mengakibatkan meningkatnya grafik impor barang dari luar negri.
2. Lahirnya perusahaan mulitinasional (MNC)
yang melakukan ekspansi usaha ke berbagai Negara untuk meraup untung yang
berkesinambungan.
3. Negara yang sedang berkembang itu
sendiri, seperti Indonesia memiliki kebutuhan untuk melakukan hubungan
perdagangan dengan Negara lain, misalnya mengekspor tenaga kerja ke luar negri,
maka dengan adanya kebijakan tersebut maka Negara sedang berkembang juga
menghendaki Negara mitra dagangnya juga menerapkan kebijakan liberalisasi
perdagangan jasa.
2.
Rumusan Masalah
Melihat
kondisi diatas, dengan adanya fenomena liberalisasi perdagangan jasa, yang
menjadi permasalahan adalah apa dampak dan pengaruh liberalisasi perdagangan
dan jasa terhadap daya saing kepariwisataan Indonesia ?
3.
Pembahasan
3.1 Liberalisasi
perdagangan jasa terhadap Negara di dunia
Perdebatan
mengenai dampak liberalisasi perdagangan jasa sampai saat ini masih menjadi
perdebatan. Di satu sisi bagi Negara yang menjalankan akan mendpatkan
keuntungan dari liberalisasi perdagangan jasa karena individu-individu yang
berada di dalamnya memiliki kesempatan kerja di luar negri dan membuka peluang
untuk terpeliharanya perdagangan dunia. Namun disisi lain hal ini memberikan tantangan
bagi Negara berkembang seperti Indonesia yang masih dikategorikan belum
memiliki perimbangan teknologi, SDM dan financial dibandingkan Negara-negara
yang lebih maju.
Liberalisasi
perdagangan jasa di anggap sebagai tenaga pendorong oleh setiap Negara untuk
melakukan spesialisai di bidang perdagangan yang dikuasainya sehingga terjadi
peningkatan volume perdagangan antar Negara dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dunia. Hal ini juga akan meningkatkan hubungan saling ketergantungan
antar Negara-negara di dunia sehingga potensi konflik akan dapat diminimalisir5.
Sementara
itu bagi para pendukung anti globalisasi menganggap bahwa liberalisasi
perdagangan dan jasa merupakan jalan baru bagi Negara-negara kaya untuk
menjajah Negara-negara miskin di dunia. Menurut mereka perdagangan jasa dan
saling menguntungkan bagi Negara berkembang hanyalah sesuatu yang mustahil,
bagaimanapun juga Negara maju pasti akan lebIh
di untungkan dengan adanya perdagangan jasa. Selain itu liberalisasi
perdagangan jasa hanya akan menimbulkan ketergantungan Negara berkembang
terhadap Negara maju sehingga akan memperlambat proses pembangunan6.
Walaupun
perdebatan itu harus tetap di cermati, untuk mencari kebenaran sesungguhnya
dibalik fenomena perdagangan jasa, fakta dilapangan menunjukkan bahwa fenomena
ini sudah terjadi sejak lama. Indonesia sendiri sudah menjadi anggota General Agreementon Tariffsand Trade (GATT)
sejak tanggal 24 februari 19507.
3.2 Liberalisasi
Perdagangan Jasa Pariwisata dan Kesiapan Indonesia
Liberalisasi
perdagangan jasa merupakan
salah satu bentuk mekanisme kerjasama Internasional seperti yang umumnya
terjadi saat ini di Negara-negara dunia. Namun perdagangan jasa memiliki
karakteristik sifat yang meliputi8 :
1. Meliputi berbagai aspek kehidupan,
bidang perdagngan jasa secara komprehensif dan terintegrasi, sehingga merupakan
satu paket perjanjian. Contoh : dalam kerangka World Trade Organization (WTO),
liberalisai perdagangan jasa dilakukan secara parallel kedalam 12 sektor jasa
termasuk jasa pariwisata.
2. Pada umumnya melibatkan banyak Negara
dalam wadah organisasi internasional, sehingga menambah tingkat kesulitan dalam
negosiasi dan pengelolaannya. Contoh : dalam kerjasma liberalisasi perdagangan
jasa selalu disepakati Most-Favoured
Nation (MFN). Klausul ini berarti bahwa jika suatu Negara sudah memberikan
perlakuan tertentu kepada Negara lainnya, maka perlakuan tersebut secara
otomatis harus diberikan pula ke semua Negara lain yang terlibat dalam
liberalisasi perdagangan jasa tersebut.
3. Kerjasama yang diwadahi oleh organisasi
internasional pada umumnya disertai berbagai aturan main yang tidak mudah untuk
dilaksanakan di tingkat nasional. Contoh : selain klausul MFN seperti yang di
jelaskan di atas, ditetapkan pula aturan main mengenai National Treatment, Government Procurement, Transparency, Subsidy and Countervailing
Measures dan lain sebagainya.
4. Dilaksanakan melalui proses negosiasi
diantara pemerintah Negara-negara yang bekerjasama untuk saling mengurangi
hambatan kebijakan nasional ( deregulasi ) secara bertahap di bidang
perdagangan. Bagi para negosiator, bahasa popular yang digunakan adalah Offer and Request. Offer dianggap sebagai sebuah penawaran untuk melakukan deregulasi
pada tingkat tertentu, sedangkan Request
adalah suatu permintaan terhadap Negara lain untuk melakukan deregulasi
Prose
deregulasi disepakati untuk dilakukan dalam 4 buah aktivitas9, yaitu
:
1. Mode
of Supply 1 - Cross Border Supply : transaksi jasa
melalui fasilitas teknologi informasi
2. Mode
of Supply 2 - Cosumption Abroad : transaksi
jasa melalui kehadiran konsumen k Negara tempat tinggal penyedia jasa
3. Mode
of Supply 3 – Commercial Presence : transaksi
jasa melalui kehadiran perusahaan asing ke sebuah negara
4. Mode
of Supply 4 – Movement of Natural persons : Transaksi
jasa melalui kehadiran tenaga kerja asing ke sebuah Negara.
Pada
saat akan membuat keputusan melakukan deregulasi sebuah Mode of Supply dan sector jasa tertentu, diperlukan pemahaman yang
mendalam mengenai kondisi industry nyata dan Mode of Supply sector jasa terkait. Berbicara mengenai liberalisasi
perdagangan jasa, itu artinya juga berbicara tentang kompetisi langsung antara
jasa, pengusaha jasa, dan tenaga kerja jasa dari Indonesia terhadap Negara lain
baik di wilayah Indonesia maupun di Negara lain.
Hingga
saat ini tidak ada data yang akurat dan lengkap mengenai perusahaan jasa dan
tenaga kerja pariwisata Indonesia yang berkiprah di tingkat Internasional.
Demikin pula halnya dengan data mengenai ketersediaan dan kebutuhan dalam
pengembangan kepariwisataan di Indonesia10. kondisi ini menyebabkan
sulitnya untuk mengidentifikasi kesiapan Indonesia dalam menghadapi era
liberalisasi perdagangan jasa terutama di bidang pariwisata. Untuk itu perlu
diketahui berbagai data terkait dengan kepariwisataan Indonesia yang dapat
memberikan gambaran umum tentang kapasitas daya saing Indonesia di tingkat
internasional. Namum menurut Samhadi,
Indonesia menghadapi globalisasi tidak melalui perencanaan yang sistematis,
namun lebih mengedepankan sikap pragmatis (berorientasi jangka pendek)11.
Jika
dari aspek Antropologi, menurut Moechtar Lubis manusia Indonesia memiliki
karakter sebagai berikut12, 1. munafik dan hiprokit, 2. Enggan
bertanggung jawab, 3. Bersikap dan berprilaku feudal, 3. Percaya Takhayul, 4.
Berbakat seni, dan 5. Berwatak dan berkarakter lemah.
Jika pendapat Moechtar Lubis
tersebut benar, maka Indonesia saat ini sedang menghadapi persoalan yang sanagt
serius dalam kaitannya dengan kapasitas menghadapi liberalisasi perdagangan jasa
pariwisata.
3.3 Dampak Liberalisasi
Perdagangan Jasa Pariwisata di Indonesia
Saat
ini orang tidak begitu peduli dengan siapa atau dari Negara ama produsen barang
atau jasa yang mereka beli, yang terpenting bagi mereka adalah harga barang
barang dan jsa tersebut terjangkau dan kualitasnya sesuai dengan apa yang
mereka harapkan. Liberalisasi perdagangan jasa kemungkinan besar akan
memberikan harapan berkembangnya fenomena tersebut.
Jika ditinjau dari aspek aktivitas
produksi pariwisata dan pola perjalanan masyarakat Indonesia, liberalisasi
perdagangan jasa pariwisata nampaknya masih memperlihatkan kecendrungan
transaksi Mode 2, artinya peningkatan
perjalanan dari Indonesia ke luar negri. Keuntungan yang dapat diperoleh oleh
Biro Perjalana Wisata (BPW) untuk outbond
tourism dapat mencapa US$ 2.000 untuk paket perjalanan wisata ke Eropa dibandingkan
dengan paket wisata ke Bali yang hanya dapat menghasilkan keuntungan 2 juta
rupiah13. Disamping itu,penjualan tiket outbond lebih mudah karena pelaksanaan tur dilaksanakan oleh mitra
Negara tujuan, sedangkan untuk domestic BPW harus menyediakan segala kebutuhan
wisatawan. Kondisi ini juga di dukung oleh sifat masyarakat yang menganggap
berlibur ke luar negri jauh lebih bergengsi dari pada di dalam negri. Sebuah persoalan besar yang dihadapi
oleh Indonesia adalah antisipasi terhadap ancaman dari liberalisasi perdagangan
jasa pariwisata telah disikapi dengan sangat lambat.
3.4
Menyikapi Liberalisasi Perdagangan Jasa di Indonesia
Secara teoritis, kerjasama
liberalisasi perdagangan jasa pariwisata mewajibkan setiap Negara yang
tergabung menjaga keseimbangan kepentingan nasional dengan kepentingan Negara
mitra lainnya. Oleh karena itu, jika Indonesia menghendaki Negara lain untuk
membuka pasarnya demi kepentingan nasional, maka Indonesia juga harus membuka
pasar untuk Negara mitra dagang. Kerjasama liberalisasi perdagangan jasa juga
memberikan keuntungan dalam kaitannya dengan tingkat keseragaman aturan main.
Sehingga tidak ada Negara pihak manapun yang dapat memberikan kebijakan
proteksionis secara berlebihan.
Bahkan jika dikaitkan dengan WTO,
keuntungan tambahan yang dapat adalah bersama dengan Negara lainnya yang
sebagian besar adalah Negara berkembang untuk ikut dalam mengendalikan penyusunan
dan penerapan aturan main perdagangan Internasional. Oleh karena itu,
liberalisasi perdagangan jasa bukan meruapak hal yang baru. Fenomena ini muncul
karena kebutuhan, termasuk kebututuhan Indonesia sendiri untuk mendatangkan
wisman sebanyak mungkin dan mengekspor tenaga kerja pariwisata. Melihat hal
tersebut maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan Indonesia dalam menyikapi
liberalisasi perdagangan jasa pariwisata secara objektif14,yaitu :
1. Perlu dilanjutkan pengembangan system
pendidikan kepariwisataan yang memenuhi standar Internasional. System
pendidikan tersebut harus meliputi pola pendidikan melalui pola pikir/ budaya
yang maju. Seperti budaya berpikir logis, budaya antri dan sebagainya.
2. Kebijakan yang di terapkan pada berbagai
tingkat pengambil keputusan harus disesuaikan dengan yang berlaku di tingkat
internasional. Contoh penetapan suatu istilah usaha jasa pariwisata, kekeliruan
yang seringkali terjadi di Indonesia adalah pembuatan istilahnyang merupakan
terjemahan dari istilah asing, namun ternyata ruang lingkup bidang usahanya
tidak sama dengan yang berlaku di tingkat internasional atau belum jelas saling
keterkaitannya. Berbagai penyesuaian ini tidak dapat diartikan asimilasi segala
aspek kehidupan masyarakat Indonesia kepada apa yang berlaku di tingkat
internasional. Diperlukan suatu kebijakan di tingkat nasional yang sangat kuat
untuk mempertahankan dan mempromosikan apa yang menjadi kekayaan domestic dan
menunjang daya saing kepariwisataan Indonesia di tingakt internasional,
termasuk dalam menghadapi fenomena liberalisasi perdagangan jasa pariwisata
3. Sesuai aturan yang berlaku di tingkat
internasional, setiap Negara memiliki hak untuk menerapkan kebijakan yang
bersifat proteksionis, namun kebijakan yang demikian hanya bersifat sementara, yaitu
dalam memberikan kesempatan kepada Negara yang bersangkutan untuk menghadapi
resiko liberalisasi perdagangan jasa pariwisata, atau untuk melindungi usaha
Mikro, kecil dan menengah. Namun juga diperlukan data yang kuat dan akurat
serta argumentasi ilmiah yang kuat sebagai justifikasi atas pelaksanan
kebijakan proteksionis tersebut.
4. Sosialisasi mengenai perkembangan
terkini era globalisasi dan berbagai potensi dampak yang dapat muncul harus di
sampaikan secara bersinambungan kepada seluruh anggota masyarakat. Hal ini
sangat penting untuk meningkatkan kesadaran bahwa Indonesia adalah Negara yang
telah melakukan hubungan internasional yang luas dan “hidup-matinya” sangat di
pengaruhi oleh kerjasama internasional di bidang liberalisasi perdagangan jasa.
Kesimpulan
Saat
ini Indonesia merupakan Negara yang dapat dikatakan Negara besar namun belum
siap menghadapi liberalisas perdagangan jasa pariwisata secara maksimal,
meskipun secara tidak langsung Indonesia secara tidak langsung telah mengambil
peran dalam perdagangan jasa pariwisata tersebut sejak ia tergabung dalam
organisasi perdaganga dunia atau yanglebih dikenal dengan sebutan WTO. Agar
Indonesia mampu berkompetisi di kancah internasional, maka Indonesia perlum
membenahi beberapa hal yaitu : melanjutkan pengembangan system pendidikan
kepariwisataan yang memenuhi standar Internasional, menyesuaikan kebijakan yang
di terapkan pada berbagai tingkat pengambil keputusan dengan yang berlaku di tingkat internasional,
Sesuai aturan yang berlaku di tingkat internasional, setiap Negara memiliki hak
untuk menerapkan kebijakan yang bersifat proteksionis, namun kebijakan yang
demikian hanya bersifat sementara, yaitu dalam memberikan kesempatan kepada
Negara yang bersangkutan untuk menghadapi resiko liberalisasi perdagangan jasa
pariwisata, atau untuk melindungi usaha Mikro, kecil dan menengah, menyampaikan
secara bersinambungan kepada seluruh anggota masyarakat Sosialisasi mengenai
perkembangan terkini era globalisasi dan berbagai potensi dampak yang dapat
muncul.
Walaupun
dikatakan sudah terlambat, Indonesia masih memiliki kesempatan untuk mengejar
segala kemajuan yang telah dicapai oleh Negara lain. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara mempelajari bagaimana Negara lain yang lebih maju
mengidentifikasi dampak liberalisasi perdagangan jasa pariwisata dan mulai
mengaplikasikannya mulai dari ruang lingkup yang paling kecil. Menunggu arahan
atau kebijakan dari atas hanya akan
memperlambat proses antisipasi dampak liberalisai perdagangan jasa pariwisata.
Diamping itu, penguatan di dalam negri tiddak dapat dilakukan secara parsial
hanya di sector jasa pariwisata, namun harus dilakukan secara parallel, baik di
sector pendidikan, perdagangan, industry, kebudayaan dan sebagainya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar