Minggu, 13 Juli 2014

Upaya Peningkatan Daya Saing Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015 Melalui Pengembangan Kewirausahaan



Suatu negara pasti melakukan suatu pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan negaranya terutama pada negara yang masih berkembang, atas dasar penyebaran pembangunan dengan melalui tahapan yakni; demonstation effect, compression effect, dan fussion effect. Demonstation effect merupakan suatu negara (masyarakat) yang meniru negara/masyarakat yg lebih maju dan menjadikan negara maju sebagai model masyarakat yg ingin dicapai atau dicita-citakan. Compression effect merupakan keinginan mewujudkan kondisi masyarakat yg dijadikan model dalam waktu yg secepat-cepatnya. Sedangkan fussion effect merupakan pewujudkan masyarakat yg diidamkan, negara (berkembang) melakukan penggabungan dari berbagai unsur atau pengalaman pembangunan negara maju. Penggabungan bisa pada aspek fisik, gagasan, prinsip. Contoh: efisiensi (kapitalis) digabung dengan kesejahteraan (sosialis)[1]. Ini kemudian negara-negara di kawasan Asia Tenggara membentuk suatu integritas dalam melakukan suatu pembangunan khususnya di bidang ekonomi yakni dengan dibentuknya ASEAN Economic Community (AEC) yang akan diterapkan pada tahun 2015 mendatang. AEC ini merupakan cerminan dari pembentukan Uni Eropa dimana Uni Eropa dijadikan sebagai model pembangunan bagi negara-negara ASEAN.

Pembentukan ASEAN Economic Community ini diharapkan akan menjadi dasar bagi perdagangan barang, jasa, investasi, teknologi, dan sumber daya manusia antarnegara ASEAN[2]. Kemudian kerjasama ini diharapkan mampu mengatasi perbedaan setiap negara dengan membawa pertumbuhan ekonomi ASEAN ke arah yang lebih baik. Dalam kacamata neoliberal institusional, kerjasama ini terbentuk karena dua hal yakni mutual interest dan instutusional degree. Adanya kesamaan kepentingan diantara negara-negara di Asia Tenggara ini dalam pengembangan ekonomi membuat suatu kerjasama ini menjadi sebuah pembangunan yang didukung dengan rasa kepercayaan (trust) dan melalui institusi inilah ASEAN dengan ASEAN Economic Community-nya mencoba bersama-sama meningkatkan kualitas ekonomi diantara negara-negara Asia Tenggara.

Dalam perkembangannya, pelaksanaan kerjasama ekonomi ASEAN berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan kerjasama di bidang politik, keamanan dan sosial budaya, sehingga mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN. Integrasi ekonomi merupakan langkah penting bagi pencapaian ASEAN Economic Community yang berdaya saing dan berperan aktif dalam ekonomi global, sedangkan momentum menuju terwujudnya AEC 2015 tentunya tidak terlepas dari peranan ASEAN sebagai organisasi regional sebagai “kendaraan” untuk mencapai tujuan tersebut.

Sebuah wacana pembentukan ASEAN Economic Community ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk kemudian meningkatkan pembangunan perekonomiannya. Namun, butuh adanya peningkatan daya saing Indonesia sendiri salah satunya dengan melalui peningkatan dibidang kewirausahaan, mengingat fenomena pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang sulit untuk dipecahkan. Lowongan pekerjaan yang tersediapun belum cukup untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Berikut merupakan tabel tingkat pengangguran di negara-negara ASEAN[3] :

Tingkat Pengangguran Negara-Negara ASEAN
No
Negara
Tingkat Pengangguran (%)
2005/2008
1
Indonesia
8,4
2
Filipina
7,4
3
Myanmar
4,0
4
Brunei Darussalam
3,7
5
Malaysia
3,6
6
Thailand
3,2
7
Singapura
2,2
8
Laos
1,3
9
Vietnam
1,3
10
Kamboja
0,8

*Data untuk Berunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam, tahun 2008. Sementara untuk Kamboja, Laos, dan Myanmar, tahun 2005.
Sumber : ASEAN Finance and Macro-economic Surveillance Unit Database.

Kondisi seperti ini akan sulit bagi tenaga kerja Indonesia untuk dapat bersaing dalam integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 mengingat masih didominasi oleh kualitas, daya saing dan produktivitas yang rendah serta tingkat pengangguran yang tinggi dalam konteks penciptaan pasar tunggal dan basis produksi akan memfasilitasi tenaga kerja yang terampil (skill labor) bukan tenaga kerja yang tidak terampil (unskilled labor). Namun, kondisi ini masih bisa dirubah dengan terus mengupayakan peningkatan daya saing Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community salah satunya melalui pengembangan kewirausahaan. Karena kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemerintah yang tidak bisa menyediakan lapangan pekerjaan, mengapa kemudian kita tidak menjadi wirausahawan? Penulis beranggapan bahwa masyarakat Indonesia, pemuda khususnya memiliki kreativitas dan pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah bahkan universitas, masyarakat Indonesia harus memiliki mental yang kuat sebagai pengusaha daripada hanya berburu mencari pekerjaan bersama jutaan pengangguran yang juga mencari pekerjaan. Mari memulai Indonesia menjadi negara yang kreatif bukanlah menjadi negara pekerja.

Kekuatan Pengusaha Muda Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015

Tantangan global yang akan dihadapi oleh Indonesia adalah kompetisi perdagangan bebas ASEAN Economic Community (AEC). Dibawah Masyarakat Ekonomi ASEAN, pembentukan pasar tunggal regional negara-negara ASEAN akan berlangsung pada tahun 2015. Tujuan integrasi regional ini adalah untuk menciptakan pasar yang kompetitif di negara-negara ASEAN. Lebih dari 600 juta orang Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam akan ada perdagangan bebas, barang, jasa, modal investasi, dan tenaga kerja terampil mengikuti arus liberalisasi.

ASEAN dan Indonesia khususnya membutuhkan lebih dari dua hal yakni solidaritas dan keterlibatan pemuda. Ini merupakan suatu hal yang ambisius, dan tahun 2015 adalah kurang dari satu tahun lagi. Untuk mengatasi hal itu, produk dalam negeri harus ditingkatkan dengan inovasi yang mampu menambah nilai dalam menciptakan bisnis dan memberikan lowongan pekerjaan. Untuk itu, kreativitas pemuda dan inovasi merupakan peranan penting untuk memperkuat daya saing produk dalam negeri dalam perdagangan bebas. Indonesia memiliki sekitar hampir 250 juta orang, kisaran pemuda Indonesia adalah lebih dari 60 % dari total jumlah penduduk Indonesia. Ini merupakan suatu kesempatan bagi Indonesia karena memiliki jumlah sumber daya manusia yang besar, terutama yang produktif.

Masalah utama saat ini ialah masih kurangnya pengusaha Indonesia, jumlah pengusaha sukses yang mampu mendorong perekonomian di Indonesia saat ini hanya 3,74 juta orang (1,56%) dari 240 juta penduduk Indonesia pada tahun 2012. Pemuda harus menjadi pencipta aktif dan investor dalam produk dan jasa sebagai pengusaha. Inovasi pemuda selalu menjadi rumusan, jadi mari kita tetap berpegang pada itu. Pengusaha muda perlu memiliki pola pikir internasional, yang memberikan mereka kemampuan untuk membuat lintas batas investasi.

Penduduk Indonesia menyumbang angka 40 % penduduk ASEAN tentu saja merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia dalam menjadi negara ekonomi yang produktif dan dinamis yang dapat memimpin pasar ASEAN di masa depan. Bayangkan jika 10 - 40 % penduduk ASEAN, khususnya penduduk Indonesia, menjadi produsen, mendirikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) atau menjadi pengusaha dan melakukan ekspor ke 9 negara ASEAN lain (dengan adanya pajak penghasilan, sewa, dan lain-lain yang masuk ke kantong negara) kira-kira pendapatan nasional Indonesia seperti apa? Akan menjadi luar biasa. Maka sudah sepatutnya kita menjadi pemuda calon pemimpin negara ini karena mampu memiliki visi untuk menggerakkan perekonomian dan meningkatkan pendapatan nasional Indonesia. Lantas apa yang dapat dilakukan jika memang saat ini belum mampu menjadi pengusaha? Jawabannya adalah kesediaan untuk memulai dari diri sendiri : (a) Persiapkan diri untuk menghadapi tantangan yang ada, (b) Kurangi konsumerisme barang-barang impor. (c) Bangga terhadap produk dalam negeri, kalau memang memiliki uang untuk dibelanjakan, belilah produk-produk Indonesia, sehingga uang kita bisa masuk ke kantong negara, dan (d) Perluaslah komunikasi dan networking.

Peluang Indonesia Menjadi Negara Semi Pherypheri Melalui Pengembangan  Kewirausaan Dalam ASEAN Economic Community 2015

Wacana pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 merupakan suatu peluang/kesempatan bagi Indonesia untuk menjadi “macan ASEAN” atau merubah keadaan Indonesia dari negara pherypheri menjadi negara semi-pherypheri atau bahkan menjadi negara core. Hal ini bisa dilihat melalui kacamata teori sistem dunia (World System Theory).

Tokoh dari World System Theory ialah Immanuel Wallestein, Wallerstein melihat bahwa pengorganisasian kapitalisme sebagai struktur ekonomi yang semakin solid, menjadi sistem dunia (world system). Wallersetein membayangkan sistem dunia sebagai sistem ekonomi global yang memberi kemungkinan sirkulasi aktor dan pusat pertumbuhan ekonomi.   

World Sytem Theory (WST) ini merupakan kritikan terhadap teori Dependencia yang menyatakan bahwa negara akan selamanya menjadi negara pherypheri atau tetap menjadi negara core. Namun berbeda dengan WST dimana teori ini menyatakan bahwa adanya konsep kenaikan kelas. Negara pinggiran atau pheryperi, jika berhasil terlibat dalam pembagian kerja, akan mengalami kenaikkan kelas menjadi negara semi-pheriperi, dan bukan tidak mungkin akan menjad negara center atau pusat (core). Seperti yang sedang berlangsung saat ini dalam pembangunan kapitalis di negara-negara Asia seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan dan China dimana integrasi dengan rejim pasar global tidak selalu harus berakhir dengan eksploitasi, dominasi dan juga dependensi negara pasca-kolonial atas negara maju. Menurut Immanuel Wallestein dinamika sistim dunia, yakni kapitalisme global, selalu memberikan peluang-peluang bagi negara pinggrir untuk bisa memperbaiki diri/naik kelas/turun kelas[4].

Sebagai kunci dari dua positioning AEC 2015, melalui pengembangan kewirausahaan pengusaha muda dan pengusaha pemula harus meningkatkan daya saing, kemampuan, dan strategi bisnisnya. Selain itu, pemerintah juga diharapkan mampu untuk menjaga stabilitas perekonomian dan politik di tengah hingar bingar politik[5].

Para pengusaha ini nantinya harus meningkatkan hasil produksinya untuk kemudian di ekspor. Indonesia sudah mencatat sepuluh komoditi unggulan ekspornya baik ke dunia maupun ke intra-ASEAN selama 5 tahun terakhir (2004 -2008) dan sepuluh komoditi ekspor yang potensial untuk semakin ditingkatkan. Komoditi ekspor ke dunia adalah minyak kelapa sawit, tekstil dan produk tekstil, elektronik, produk hasil hutan, karet dan produk karet, otomotif, alas kaki, kakao, udang dan kopi[6]. Sedangkan komoditi ekspor ke intra-ASEAN adalah minyak petroleum mentah, timah, refinne copper, batubara, karet, biji kakao dan emas. Disamping itu, Indonesia mempunyai komoditi lainnya yang punya peluang untuk ditingkatkan nilai ekspornya ke dunia adalah peralatan. kantor, rempah-rempah, perhiasan, kerajinan, ikan dan produk perikanan, minyak atsiri, makanan olahan, tanaman obat, peralatan medis serta kulit dan produk kulit[7]. Namun begitu, Indonesia harus teliti dalam mengidentifikasi tujuan pasar yang sesuai dengan segmen pasar dan spesifikasi dan kualitas produk yang dihasilkan.

Melalui pemanfaatan ini, dengan mengembangkan jumlah produk yang dihasilkan oleh para pengusaha dengan melihat komoditi yang potensial, hal ini mampu mendobrak daya saing produk Indonesia dengan produk dari negara-negara lain yang membuat Indonesia menjadi negara dengan perekonomian yang besar di kawasan Asia Tenggara dan mampu berubah keadaan Indonesia  dari negara pinggiran ke negara semi-pinggiran.

Hal ini didukung dengan para pengusaha Indonesia karena Himpunan Pengusaha Mida Indonesia (HIPMI) akan terus mengingatkan peluang dan hambatan bagi Indonesia saat pemberlakuan AEC 2015. Salah satunya adalah dengan menginisiasi dan mendorong lahirnya Peraturan Presiden (PP) tentang Peningkatan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Pengusaha Muda.

Pemerintah juga hendaknya melakukan langkah-langkah strategis untuk menolong para pengusaha muda dalam negeri dengan melakukan sosialisasi besar-besaran, memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), menyediakan modal, memperbaiki infrastruktur, reformasi kelembagaan dan pemerintah serta reformasi iklim investasi. Pemodalan ini sangat penting untuk meningkatkan kapasitas produksi suatu usaha. Oleh karenanya, dibutuhkan lembaga pemodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala. Terutama pelaku UMKM yang seringkali kesulitan dalam penambahan modal.

Melihat kondisi seperti ini, dalam kacamata Sistem Dunia ini maka merupakan suatu peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan perekonomian Indonesia serta memanfaatkannnya untuk menguasai pasar di Asia Tenggara yang mampu merubah Indonesia menjadi negara semi pheryperi. Karena memang dalam sistem dunia ini merebut kesempatan adalah salah satu perubahan kenaikan kelas pada suatu negara, maka dari itu melalui ASEAN Economic Community ini Indonesia berusaha merebut kesempatan ini dengan meningkatkan daya saing dan upaya peningkatan daya saing ini salah satunya melalui pengembangan kewirausahaan.

Kesimpulan

Atas kebutuhan suatu negara dalam melakukan pembangunan negaranya serta atas penyebaran pembangunan dengan melalui tahapan yakni; demonstation effect, compression effect, dan fussion effect negara kemudian mencoba untuk menerapkan apa yang telah negara maju lakukan dan menjadikan negara maju sebagai model dalam menjadikan keinginan yang dicita-citakan dalam waktu yang secepat-cepatnya. Bentuk dari penyebaran pembangunan ini adalah dengan dibentuknya ASEAN Economic Community (AEC) yang mana Uni Eropa sebagi model dalam melakukan pembangunan ini.

Wacana pembentukan ASEAN Economic Community ini merupakan suatu peluang yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia dalam meningkatkan perekonomiannya serta meningkatkan daya saing Indonesia dalam menghadapi AEC 2015 mendatang. Penulis mencoba memberi saran dalam upaya peningkatan daya saing Indonesia melalui pengembangan kewirausahaan. Salah satu strateginya adalah peningkatan usaha pada generasi pemuda, dimana pemuda sendiri berada pada 60% dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan peningkatan para usahawan muda ini yang menghasilkan produk yang kreatif dan inovatif yang mampu bersaing dengan produk negara-negara ASEAN lainnya. Namun peran pemerintah dalam pengembangan kewirausahaan ini sangat di perlukan, yang mana pemerintah harus melakukan sosialisasi besar-besaran, memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), menyediakan modal, memperbaiki infrastruktur, reformasi kelembagaan dan pemerintah serta reformasi iklim investasi.

Dengan strategi pengembangan kewirausahaannya, Indonesia mampu menjadi negara dengan perekonomian tertinggi di ASEAN yang menjadikan Indonesia sebagai “macan ASEAN”. Kondisi seperti ini memungkinkan untuk Indonesia menjadi negara yang lebih maju dan merubah keadaan dari negara phryperi menjadi negara semi pheryperi. Hal ini bisa digunakan dalam kacamata teori sistem dunia yang menyatakan bahwa adanya suatu kosepsi kenaikan kelas dari negara pinggiran ke negara semi pinggiran atau bahkan negara pusat. Tentunya dari perubahan Indonesia ke kelas yang lebih tinggi memerlukan usaha yang mana merebut kesempatan/peluang yang ada. Melalui ASEAN Economy Community ini dengan program pengembangan kewirausahaan Indonesia akan meningkatkan daya saing tersendiri yang mampu merubah keadaan Indonesia dari negara pheryperi ke negara semi pheryperi atau bahkan menjadi negara core.


[1] Ade Marup, “ Materi Kuliah Teori Pembangunan”, dalam PPT Kuliah Pembuka, slide 19-23
[2] Bambang Cipto, “ASEAN Economic Community”, dalam  Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Tropong Terhadap Dinamika, Realitas, Dan Masa Depan”, hal 247
[3] Dodi Mantra, “ Hegemoni dan Diskursus Neoliberalisme “, Menelusuri Langkah Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015”, hal 148
[4] Ade Marup, “ Materi Kuliah Teori Pembangunan “, dalam PPT Teori Sistem Dunia, Slide 16
[5] http://beritadaerah.com/2014/02/19/pengusaha-muda-indonesia-diuji-dalam-aec-2015/
[6] http://www.tempo.co/read/news/2014/01/20/090546437/Perdagangan-Tetap-Andalkan-10-Komoditas-Utama-Ini
[7] Dian Wahyudin, “ Jurnal, dalam Peluang Atau Tantangan Indonesia Menuju ASEAN Economic Community 2015 ”, hal 11

Selasa, 28 Januari 2014

GLOBALISASI MENUNTUT PEMUDA ASEAN UNTUK IKUT BERPERAN DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015


Kita telah memasuki suatu era yang bernama globalisasi. Globalisasi merupakan suatu bentuk proses skala kehidupan yang multidimensional dari perwujudan lokal yang kemudian nasional ke sekala yang baru (internasional). Gagasan utama dari globalisasi ialah membuat dunia menjadi seragam dalam segala aspek, baik dalam aspek ekonomi, sosial, budaya maupun ilmu pengetahuan. Salah satu pengaruh dari adanya globalisasi ini adalah dengan banyak munculnya rezim internasional atau lembaga internasional.
David Held dan Anthony MC Grew dalam “Global Transformation” (2001) membagi pandangan tentang globalisasi yakni salah satunya adalah pandangan tentang “Hyperglobalist”. Pandangan ini melihat sisi positif dari globaliasi, Bagi kaum hyperglobalist, globalisasi didefinisikan sebagai “sejarah umat manusia dimana negara-bangsa berubah menjadi tidak lagi menjalankan fungsinya secara tradisional, dan akan menjadi unit-unit perdagangan dalam konteks ekonomi global”. Kunci dari pemikiran ini adalah Kenichi Ohmae, dalam pemikirannnya ini ia melihat bahwa globalisasi adalah arena yang memberi peluang yang sama bagi semua negara untuk berkembang atau untuk tidak berkembang.  Pandangan hyperglobalist ini juga percaya bahwa institusi-institusi internasional dalam bidang ekonomi maupun politik akan mampu mengatasi perbedaan setiap negara dan membawa ke arah pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih baik. Berangkat dari pemikiran/pandangan inilah ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN berupaya untuk kemudian mengatasi perbedaan setiap negara dengan membawa pertumbuhan ekonomi dunia ke arah yang lebih baik, terutama pada kawasan ASEAN.  Konsep dari ASEAN Economic Community ini adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi, dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan.
AEC akan berlangsung pada tahun 2015 mendatang, ini berarti kurang-lebih 1 (satu) tahun lagi untuk menghadapinya. Oleh sebab itu perlu banyak pihak dalam menghadapi serta mensukseskan AEC ini, salah satu yang digadang-gadangkan sebagai pihak yang nantinya dapat membantu berjalannya AEC 2015 nanti adalah pemuda. Kemudian pemuda seperti apa yang dimaksud? pemuda yang dimaksud disini adalah para mahasiswa. Mahasiswa dianggap sebagai kaum terdidik yang mampu menjadi penggagas sekaligus penggerak perubahan dalam kehidupan sosial. Peran mahasiswa bukan hanya pada aspek sosial yang menjadi penggerak perubahan kehidupan sosial akan tetapi mahasiswa juga turut berperan dalam perputaran aspek ekonomi termasuk dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Bukan persaingan melainkan kolaborasilah yang bisa dilakukan dalam menghadapi AEC 2015 nanti. Kolaborasi yang dilakukan adalah kolaborasi antar pemuda se-Asia Tenggara yang menggunakan intelektualitasnya. Melalui intelektualitas ini yang dilihat tentunya adalah kecerdasan dan penguasaan wawasan keilmuan. Ilmu dan wawasan yang dimiliki selain akan memperluas cakrawala pandangan, juga memberikan bekal teoritis maupun praktis dalam pemecahan suatu masalah. Sebagai generasi muda, tentunya para pemuda ASEAN ini merupakan ladang utama orang-orang yang mempunyai daya kreatif tinggi. Pemuda yang berilmu penggetahuan luas menyukai hal-hal baru, bersemangat juang tinggi, berpikiran kritis, dan berkepedulian sosial yang tinggi, ini merupakan agen yang mampu mengembangkan perekonomian di negara-negara ASEAN. Pemuda (mahasiswa) yang telah berani berwirausaha membuktikan bahwa usaha yang dilakukan mereka dapat membuahkan hasil yang manis karena selain menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain, menambah pengalaman diri sendiri, juga dapat memotivasi para pemuda lain untuk melakukan hal yang sama. Sebagai elemen bangsa dengan potensi pemikirannya tentu besar sekali peran dan fungsinya, misalnya dengan mengadakan penelitian-penelitian, membuat karya tulis di berbagai media, atau seminar-seminar dalam rangka mencari solusi bagi bangsa dan negara untuk menuju kesuksean ASEAN Economic Community 2015.
Dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh pemuda (mahasiswa) diharapkan mampu membantu pemerintah maupun masyarakat umum baik kalangan pebisnis yang mempunyai andil cukup besar dalam perekonomian AEC maupun bagi masyarakat umum ASEAN untuk mengetahui hal apa saja yang perlu dibenahi baik dari segi infrastruktur maupun suprastruktur. Penelitian ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi pemerintah itu sendiri karena adanya keterbatasan waktu yang menyebabkan pemeritah belum mampu secara rinci  untuk mengetahui apa-apa saja yang diperlukan oleh masyarakat dalam menghadapi AEC terutama bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Selain itu nantinya pemuda juga akan menjadi pengontrol pemerintah dalam melakukan suatu kebijakan, selain itu pemuda diharapkan kemudian mampu untuk memberikan masukan-masukan dari atas penelitiannya itu terhadap pemerintah. Namun disini tentunya pemuda harus mempersiapkan semuanya sejak dini, bukan hanya hard skill tetapi soft skill sangat dibutuhkan sekali untuk menghadapi dunia baru, dunia globalisasi, ASEAN Economic Community.
Penciptaan citra yang baik tentang AEC salah satunya sangat tergantung kepada penciptaan produk kreativitas dari generasi muda. Saling bekerjasama dengan sesama generasi muda dari seluruh negara Asia Tenggara dan menjalin persahabatan merupakah suatu hal yang efektif dalam bersama-sama menghadapi AEC. Salah satu bentuk adanya suatu kolaborasi adalah dengan adanya wadah yang memfasilitasi para pemuda ASEAN dalam memecahkan segala permasalahan yang ada. Dengan demikian mobilisasi para pemuda untuk kemudian melakukan kolaborasi akan menjadi lebih mudah. Sekarang bisa dilihat bahwa kemudian para pemuda sadar akan hal ini terbukti dengan banyak munculnya organisasi-organisasi atau NGO (Non-Governmental Organization) dalam melakukan suatu perubahan dan menjadi penggerak dalam memecahkan permasalahan secara bersama-sama yang tentunya NGO ini menjadi jembatan atau sebagai wadah untuk memfasilitasi para pemuda ASEAN dalam melakukan kolaborasi. Prioritas kerjasama di lingkungan ASEAN dititik beratkan kepada tiga unsur utama yaitu Youth Leadership, entrepreneurship, dan employability.
Salah satu NGO yang bergerak dalam permasalahan yang ditemukan saat ini adalah Nusantara Young Leaders (NYLs). NGO ini merupakan organisasi pemuda se-ASEAN yang mewadahi potensi dari pemuda se-ASEAN yang bersama-sama berbagi solusi dari berbagai permasalahan yang ada di masing-masing negara ASEAN serta menyusun pergerakan yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sesuai dengan kapasitas dan kemamampuan sebagai pemuda ASEAN. Ini merupakan hal yang sangat positif dari para pemuda ASEAN dalam menghadapi AEC 2015 nanti. Tentunya NYLs diharapkan mampu untuk membantu pemerintah dalam menghadapi ASEAN Economic Community beserta dengan elemen-elemen lainnya.



Dari apa yang telah dipaparkan diatas bahwasannya di era globalisasi menuntut kemudian adanya penyetaraan dalam segala aspek, baik dalam aspek ekonomi, sosial, budaya maupun ilmu pengetahuan. Adanya gelobalisasi ini sangat positif dimana dalam pandangan kaum hyperglobalist percaya bahwa institusi-institusi internasional dalam bidang ekonomi maupun politik akan mampu mengatasi perbedaan setiap negara dan membawa ke arah pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih baik. Pandangan ini kemudian menginisiasi para anggota ASEAN untuk kemudian membentuk ASEAN Economic Comunnity (AEC) dalam rangka mengatasi perbedaan setiap negara dengan membawa pertumbuhan ekonomi dunia ke arah yang lebih baik, terutama pada kawasan ASEAN.
Dalam menghadai AEC 2015 peran pemuda sangat dibutuhkan, dimana pemuda (mahasiswa) dianggap sebagai kaum terdidik yang mampu menjadi penggagas sekaligus penggerak perubahan dalam kehidupan sosial. Peran mahasiswa bukan hanya pada aspek sosial yang menjadi penggerak perubahan kehidupan sosial akan tetapi mahasiswa juga turut berperan dalam perputaran aspek ekonomi termasuk dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam menghadapi AEC 2015 nanti yang diperlukan adalah kolaborasi antar pemuda ASEAN yang menggunakan intelektualitasnya. Dari kolaborasi inilah kemudian bersama-sama melakukan atau mencari solusi permasalahan dari setiap negara anggota ASEAN dalam menghadapi dan mensukseskan AEC 2015 nanti. Perlu adanya suatu wadah dalam melakukan kolaborasi ini, salah satunya adalah pembentukan organisasi. Organisasi ini diharapkan kemudian mampu membantu pemerintah dalam meneliti apa-apa saja yang perlu diperbaiki serta mampu memberikan masukan-masukan kepada pemerintah agar Mayarakat Ekonomi ASEAN ini nantinya berjalan dengan sukses.  Maka dengan demikian diera globalisai seperti ini peran pemuda sangat diperlukan demi mencapai kesejahteraan bersama, karena pemuda merupakan generasi penerus melanjutkan estafet kepemimpinan selanjutnya.