Jumat, 29 Juni 2012

PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN JASA TERHADAP DAYA SAING KEPARIWISATAAN INDONESIA


1.      Latar Belakang
Liberasisasi perdagangan jasa bukan merupakan kebudayaan asli masyarakat Indonesia. bagi masyarakat Indonesia perdagangan jasa merupakan sesuatu yang baru. Namun terlepas dari itu semua liberalisasi perdagangan jasa merupakan hal yang sudah berjalan selama 16 tahun sejak Indonesia tergabung dalam World Trade Organization pada tahun 19951 dan perlu dipahami oleh masyarakat karena pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.
Liberalisasi perdagangan jasa tidak lepas dengan adanya fenomena globalisasi dimana proses antar individu, bahkan antar negara yang saling bergantung satu sama lain. Ciri-ciri globalisasi sudah banyak ditemui dalam kehidupan. Salah satunya seperti handphone saat ini menjadi prioritas masyarakat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Wabah globalisasi tidak mengenal usia, baik dari kalangan muda maupun kalangan dewasa. Globalisasi juga menimbulkan pemahaman baru pada masyarakat yang cenderung modernisasi 2. Dimana keadaan yang kurang maju dan berkembang berubah menjadi lebih maju dan berkembang. Seperti masyarakat Indonesia yang tingkat kehidupannya menjadi lebih baik.
 Salah satu “anak yang lahir” dari globalisasi itu sendiri adalah Liberalisasi Perdagangan Jasa.di  Liberalisasi perdagangan jasa merupakan suatu keadaan dimana stiap perusahaan dan individu bebas menjual jasa melampaui batas-batas negaranya. Ini berarti termasuk didalamnya adalah kebebasan untuk mendirikan perusahaan di Negara lain dan mendirikan memberikan kesempatan bagi individu-individu untuk bekerja di Negara lain.
Liberalisasi perdagangan jasa timbul karena beberapa fakta3, yaitu :

1.      Perang dunia I dan II terjadi akibat adanya perang dagang antar Negara. Perang dagang itu terjadi karena ada yang menganut doktrin merkantilisme yang mengajarkan bahwa sebuah Negara akan mengalami kemajuan jika mampu meningkatkan ekspor semaksimal mungkin dan menekan impor seminimal mungkin4. Doktrin ini mendorong Negara-negara untuk membuat kebijakan perdagangan yang bersifat protektif. Artinya keberadaan produk dan hasil karya dalam negri dilindungi agar tidak tercipta masyarakat yang cenderung lebih suka mengkonsumsi produk luar yang akan mengakibatkan meningkatnya grafik impor barang dari luar negri.
2.      Lahirnya perusahaan mulitinasional (MNC) yang melakukan ekspansi usaha ke berbagai Negara untuk meraup untung yang berkesinambungan.
3.      Negara yang sedang berkembang itu sendiri, seperti Indonesia memiliki kebutuhan untuk melakukan hubungan perdagangan dengan Negara lain, misalnya mengekspor tenaga kerja ke luar negri, maka dengan adanya kebijakan tersebut maka Negara sedang berkembang juga menghendaki Negara mitra dagangnya juga menerapkan kebijakan liberalisasi perdagangan jasa.

2.      Rumusan Masalah
Melihat kondisi diatas, dengan adanya fenomena liberalisasi perdagangan jasa, yang menjadi permasalahan adalah apa dampak dan pengaruh liberalisasi perdagangan dan jasa terhadap daya saing kepariwisataan Indonesia ?

3.      Pembahasan
3.1 Liberalisasi perdagangan jasa terhadap Negara di dunia
Perdebatan mengenai dampak liberalisasi perdagangan jasa sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Di satu sisi bagi Negara yang menjalankan akan mendpatkan keuntungan dari liberalisasi perdagangan jasa karena individu-individu yang berada di dalamnya memiliki kesempatan kerja di luar negri dan membuka peluang untuk terpeliharanya perdagangan dunia. Namun disisi lain hal ini memberikan tantangan bagi Negara berkembang seperti Indonesia yang masih dikategorikan belum memiliki perimbangan teknologi, SDM dan financial dibandingkan Negara-negara yang lebih maju.
Liberalisasi perdagangan jasa di anggap sebagai tenaga pendorong oleh setiap Negara untuk melakukan spesialisai di bidang perdagangan yang dikuasainya sehingga terjadi peningkatan volume perdagangan antar Negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dunia. Hal ini juga akan meningkatkan hubungan saling ketergantungan antar Negara-negara di dunia sehingga potensi konflik akan dapat diminimalisir5.
Sementara itu bagi para pendukung anti globalisasi menganggap bahwa liberalisasi perdagangan dan jasa merupakan jalan baru bagi Negara-negara kaya untuk menjajah Negara-negara miskin di dunia. Menurut mereka perdagangan jasa dan saling menguntungkan bagi Negara berkembang hanyalah sesuatu yang mustahil, bagaimanapun juga Negara maju pasti akan lebIh di untungkan dengan adanya perdagangan jasa. Selain itu liberalisasi perdagangan jasa hanya akan menimbulkan ketergantungan Negara berkembang terhadap Negara maju sehingga akan memperlambat proses pembangunan6.
Walaupun perdebatan itu harus tetap di cermati, untuk mencari kebenaran sesungguhnya dibalik fenomena perdagangan jasa, fakta dilapangan menunjukkan bahwa fenomena ini sudah terjadi sejak lama. Indonesia sendiri sudah menjadi anggota General Agreementon Tariffsand Trade (GATT) sejak tanggal 24 februari 19507.
3.2 Liberalisasi Perdagangan Jasa Pariwisata dan Kesiapan Indonesia
Liberalisasi perdagangan jasa merupakan salah satu bentuk mekanisme kerjasama Internasional seperti yang umumnya terjadi saat ini di Negara-negara dunia. Namun perdagangan jasa memiliki karakteristik sifat yang meliputi8 :
1.      Meliputi berbagai aspek kehidupan, bidang perdagngan jasa secara komprehensif dan terintegrasi, sehingga merupakan satu paket perjanjian. Contoh : dalam kerangka World Trade Organization (WTO), liberalisai perdagangan jasa dilakukan secara parallel kedalam 12 sektor jasa termasuk jasa pariwisata.
2.      Pada umumnya melibatkan banyak Negara dalam wadah organisasi internasional, sehingga menambah tingkat kesulitan dalam negosiasi dan pengelolaannya. Contoh : dalam kerjasma liberalisasi perdagangan jasa selalu disepakati Most-Favoured Nation (MFN). Klausul ini berarti bahwa jika suatu Negara sudah memberikan perlakuan tertentu kepada Negara lainnya, maka perlakuan tersebut secara otomatis harus diberikan pula ke semua Negara lain yang terlibat dalam liberalisasi perdagangan jasa tersebut.
3.      Kerjasama yang diwadahi oleh organisasi internasional pada umumnya disertai berbagai aturan main yang tidak mudah untuk dilaksanakan di tingkat nasional. Contoh : selain klausul MFN seperti yang di jelaskan di atas, ditetapkan pula aturan main mengenai National Treatment, Government Procurement, Transparency, Subsidy and Countervailing Measures dan lain sebagainya.
4.      Dilaksanakan melalui proses negosiasi diantara pemerintah Negara-negara yang bekerjasama untuk saling mengurangi hambatan kebijakan nasional ( deregulasi ) secara bertahap di bidang perdagangan. Bagi para negosiator, bahasa popular yang digunakan adalah Offer and Request. Offer dianggap sebagai sebuah penawaran untuk melakukan deregulasi pada tingkat tertentu, sedangkan Request adalah suatu permintaan terhadap Negara lain untuk melakukan deregulasi
Prose deregulasi disepakati untuk dilakukan dalam 4 buah aktivitas9, yaitu :
1.      Mode of Supply 1 - Cross Border Supply : transaksi jasa melalui fasilitas teknologi informasi
2.      Mode of Supply 2 -  Cosumption Abroad : transaksi jasa melalui kehadiran konsumen k Negara tempat tinggal penyedia jasa
3.      Mode of Supply 3 – Commercial Presence : transaksi jasa melalui kehadiran perusahaan asing ke sebuah negara
4.      Mode of Supply 4 – Movement of Natural persons : Transaksi jasa melalui kehadiran tenaga kerja asing ke sebuah Negara.
Pada saat akan membuat keputusan melakukan deregulasi sebuah Mode of Supply dan sector jasa tertentu, diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai kondisi industry nyata dan Mode of Supply sector jasa terkait. Berbicara mengenai liberalisasi perdagangan jasa, itu artinya juga berbicara tentang kompetisi langsung antara jasa, pengusaha jasa, dan tenaga kerja jasa dari Indonesia terhadap Negara lain baik di wilayah Indonesia maupun di Negara lain.
Hingga saat ini tidak ada data yang akurat dan lengkap mengenai perusahaan jasa dan tenaga kerja pariwisata Indonesia yang berkiprah di tingkat Internasional. Demikin pula halnya dengan data mengenai ketersediaan dan kebutuhan dalam pengembangan kepariwisataan di Indonesia10. kondisi ini menyebabkan sulitnya untuk mengidentifikasi kesiapan Indonesia dalam menghadapi era liberalisasi perdagangan jasa terutama di bidang pariwisata. Untuk itu perlu diketahui berbagai data terkait dengan kepariwisataan Indonesia yang dapat memberikan gambaran umum tentang kapasitas daya saing Indonesia di tingkat internasional. Namum menurut Samhadi, Indonesia menghadapi globalisasi tidak melalui perencanaan yang sistematis, namun lebih mengedepankan sikap pragmatis (berorientasi jangka pendek)11.
Jika dari aspek Antropologi, menurut Moechtar Lubis manusia Indonesia memiliki karakter sebagai berikut12, 1. munafik dan hiprokit, 2. Enggan bertanggung jawab, 3. Bersikap dan berprilaku feudal, 3. Percaya Takhayul, 4. Berbakat seni, dan 5. Berwatak dan berkarakter lemah.
Jika pendapat Moechtar Lubis tersebut benar, maka Indonesia saat ini sedang menghadapi persoalan yang sanagt serius dalam kaitannya dengan kapasitas menghadapi liberalisasi perdagangan jasa pariwisata.

3.3 Dampak Liberalisasi Perdagangan Jasa Pariwisata di Indonesia
Saat ini orang tidak begitu peduli dengan siapa atau dari Negara ama produsen barang atau jasa yang mereka beli, yang terpenting bagi mereka adalah harga barang barang dan jsa tersebut terjangkau dan kualitasnya sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Liberalisasi perdagangan jasa kemungkinan besar akan memberikan harapan berkembangnya fenomena tersebut.
Jika ditinjau dari aspek aktivitas produksi pariwisata dan pola perjalanan masyarakat Indonesia, liberalisasi perdagangan jasa pariwisata nampaknya masih memperlihatkan kecendrungan transaksi Mode 2, artinya peningkatan perjalanan dari Indonesia ke luar negri. Keuntungan yang dapat diperoleh oleh Biro Perjalana Wisata (BPW) untuk outbond tourism dapat mencapa US$ 2.000 untuk paket perjalanan wisata ke Eropa dibandingkan dengan paket wisata ke Bali yang hanya dapat menghasilkan keuntungan 2 juta rupiah13. Disamping itu,penjualan tiket outbond lebih mudah karena pelaksanaan tur dilaksanakan oleh mitra Negara tujuan, sedangkan untuk domestic BPW harus menyediakan segala kebutuhan wisatawan. Kondisi ini juga di dukung oleh sifat masyarakat yang menganggap berlibur ke luar negri jauh lebih bergengsi dari pada di dalam  negri. Sebuah persoalan besar yang dihadapi oleh Indonesia adalah antisipasi terhadap ancaman dari liberalisasi perdagangan jasa pariwisata telah disikapi dengan sangat lambat.

3.4 Menyikapi Liberalisasi Perdagangan Jasa di Indonesia
Secara teoritis, kerjasama liberalisasi perdagangan jasa pariwisata mewajibkan setiap Negara yang tergabung menjaga keseimbangan kepentingan nasional dengan kepentingan Negara mitra lainnya. Oleh karena itu, jika Indonesia menghendaki Negara lain untuk membuka pasarnya demi kepentingan nasional, maka Indonesia juga harus membuka pasar untuk Negara mitra dagang. Kerjasama liberalisasi perdagangan jasa juga memberikan keuntungan dalam kaitannya dengan tingkat keseragaman aturan main. Sehingga tidak ada Negara pihak manapun yang dapat memberikan kebijakan proteksionis secara berlebihan.
Bahkan jika dikaitkan dengan WTO, keuntungan tambahan yang dapat adalah bersama dengan Negara lainnya yang sebagian besar adalah Negara berkembang untuk ikut dalam mengendalikan penyusunan dan penerapan aturan main perdagangan Internasional. Oleh karena itu, liberalisasi perdagangan jasa bukan meruapak hal yang baru. Fenomena ini muncul karena kebutuhan, termasuk kebututuhan Indonesia sendiri untuk mendatangkan wisman sebanyak mungkin dan mengekspor tenaga kerja pariwisata. Melihat hal tersebut maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan Indonesia dalam menyikapi liberalisasi perdagangan jasa pariwisata secara objektif14,yaitu :
1.      Perlu dilanjutkan pengembangan system pendidikan kepariwisataan yang memenuhi standar Internasional. System pendidikan tersebut harus meliputi pola pendidikan melalui pola pikir/ budaya yang maju. Seperti budaya berpikir logis, budaya antri dan sebagainya.
2.      Kebijakan yang di terapkan pada berbagai tingkat pengambil keputusan harus disesuaikan dengan yang berlaku di tingkat internasional. Contoh penetapan suatu istilah usaha jasa pariwisata, kekeliruan yang seringkali terjadi di Indonesia adalah pembuatan istilahnyang merupakan terjemahan dari istilah asing, namun ternyata ruang lingkup bidang usahanya tidak sama dengan yang berlaku di tingkat internasional atau belum jelas saling keterkaitannya. Berbagai penyesuaian ini tidak dapat diartikan asimilasi segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia kepada apa yang berlaku di tingkat internasional. Diperlukan suatu kebijakan di tingkat nasional yang sangat kuat untuk mempertahankan dan mempromosikan apa yang menjadi kekayaan domestic dan menunjang daya saing kepariwisataan Indonesia di tingakt internasional, termasuk dalam menghadapi fenomena liberalisasi perdagangan jasa pariwisata
3.      Sesuai aturan yang berlaku di tingkat internasional, setiap Negara memiliki hak untuk menerapkan kebijakan yang bersifat proteksionis, namun kebijakan yang demikian hanya bersifat sementara, yaitu dalam memberikan kesempatan kepada Negara yang bersangkutan untuk menghadapi resiko liberalisasi perdagangan jasa pariwisata, atau untuk melindungi usaha Mikro, kecil dan menengah. Namun juga diperlukan data yang kuat dan akurat serta argumentasi ilmiah yang kuat sebagai justifikasi atas pelaksanan kebijakan proteksionis tersebut.

4.      Sosialisasi mengenai perkembangan terkini era globalisasi dan berbagai potensi dampak yang dapat muncul harus di sampaikan secara bersinambungan kepada seluruh anggota masyarakat. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran bahwa Indonesia adalah Negara yang telah melakukan hubungan internasional yang luas dan “hidup-matinya” sangat di pengaruhi oleh kerjasama internasional di bidang liberalisasi perdagangan jasa.

Kesimpulan
Saat ini Indonesia merupakan Negara yang dapat dikatakan Negara besar namun belum siap menghadapi liberalisas perdagangan jasa pariwisata secara maksimal, meskipun secara tidak langsung Indonesia secara tidak langsung telah mengambil peran dalam perdagangan jasa pariwisata tersebut sejak ia tergabung dalam organisasi perdaganga dunia atau yanglebih dikenal dengan sebutan WTO. Agar Indonesia mampu berkompetisi di kancah internasional, maka Indonesia perlum membenahi beberapa hal yaitu : melanjutkan pengembangan system pendidikan kepariwisataan yang memenuhi standar Internasional, menyesuaikan kebijakan yang di terapkan pada berbagai tingkat pengambil keputusan  dengan yang berlaku di tingkat internasional, Sesuai aturan yang berlaku di tingkat internasional, setiap Negara memiliki hak untuk menerapkan kebijakan yang bersifat proteksionis, namun kebijakan yang demikian hanya bersifat sementara, yaitu dalam memberikan kesempatan kepada Negara yang bersangkutan untuk menghadapi resiko liberalisasi perdagangan jasa pariwisata, atau untuk melindungi usaha Mikro, kecil dan menengah, menyampaikan secara bersinambungan kepada seluruh anggota masyarakat Sosialisasi mengenai perkembangan terkini era globalisasi dan berbagai potensi dampak yang dapat muncul.
Walaupun dikatakan sudah terlambat, Indonesia masih memiliki kesempatan untuk mengejar segala kemajuan yang telah dicapai oleh Negara lain. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mempelajari bagaimana Negara lain yang lebih maju mengidentifikasi dampak liberalisasi perdagangan jasa pariwisata dan mulai mengaplikasikannya mulai dari ruang lingkup yang paling kecil. Menunggu arahan atau kebijakan dari atas  hanya akan memperlambat proses antisipasi dampak liberalisai perdagangan jasa pariwisata. Diamping itu, penguatan di dalam negri tiddak dapat dilakukan secara parsial hanya di sector jasa pariwisata, namun harus dilakukan secara parallel, baik di sector pendidikan, perdagangan, industry, kebudayaan dan sebagainya  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar