Suatu negara pasti melakukan suatu pembangunan guna
meningkatkan kesejahteraan negaranya terutama pada negara yang masih berkembang,
atas dasar penyebaran pembangunan dengan melalui tahapan yakni; demonstation effect, compression effect, dan fussion effect. Demonstation effect merupakan suatu negara (masyarakat) yang
meniru negara/masyarakat yg lebih maju dan menjadikan negara maju sebagai model
masyarakat yg ingin dicapai atau dicita-citakan. Compression effect merupakan keinginan mewujudkan kondisi masyarakat yg dijadikan model dalam waktu yg
secepat-cepatnya. Sedangkan fussion effect merupakan pewujudkan masyarakat yg diidamkan, negara (berkembang)
melakukan penggabungan dari berbagai unsur atau pengalaman pembangunan negara
maju. Penggabungan bisa pada aspek fisik, gagasan, prinsip. Contoh: efisiensi (kapitalis) digabung
dengan kesejahteraan (sosialis)[1]. Ini kemudian negara-negara di kawasan Asia
Tenggara membentuk suatu integritas dalam melakukan suatu pembangunan khususnya
di bidang ekonomi yakni dengan dibentuknya ASEAN Economic Community (AEC) yang
akan diterapkan pada tahun 2015 mendatang. AEC ini merupakan cerminan dari
pembentukan Uni Eropa dimana Uni Eropa dijadikan sebagai model pembangunan bagi
negara-negara ASEAN.
Pembentukan ASEAN Economic Community ini diharapkan akan
menjadi dasar bagi perdagangan barang, jasa, investasi, teknologi, dan sumber
daya manusia antarnegara ASEAN[2].
Kemudian kerjasama ini diharapkan mampu
mengatasi perbedaan setiap negara dengan membawa pertumbuhan ekonomi ASEAN
ke arah yang lebih baik. Dalam kacamata neoliberal institusional, kerjasama ini terbentuk karena
dua hal yakni mutual interest dan instutusional degree. Adanya
kesamaan kepentingan diantara negara-negara di Asia Tenggara ini dalam
pengembangan ekonomi membuat suatu kerjasama ini menjadi sebuah pembangunan
yang didukung dengan rasa kepercayaan (trust) dan melalui institusi
inilah ASEAN dengan ASEAN Economic Community-nya mencoba bersama-sama
meningkatkan kualitas ekonomi diantara negara-negara Asia Tenggara.
Dalam perkembangannya, pelaksanaan kerjasama ekonomi
ASEAN berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan kerjasama di
bidang politik, keamanan dan sosial budaya, sehingga mempercepat pembentukan
Komunitas Ekonomi ASEAN. Integrasi
ekonomi merupakan langkah penting bagi pencapaian ASEAN Economic Community yang
berdaya saing dan berperan aktif dalam ekonomi global, sedangkan momentum
menuju terwujudnya AEC 2015 tentunya tidak terlepas dari peranan ASEAN sebagai
organisasi regional sebagai “kendaraan” untuk mencapai tujuan tersebut.
Sebuah wacana pembentukan ASEAN Economic Community ini
merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk kemudian meningkatkan pembangunan
perekonomiannya. Namun, butuh adanya peningkatan daya saing Indonesia sendiri
salah satunya dengan melalui peningkatan dibidang kewirausahaan, mengingat
fenomena pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang sulit untuk dipecahkan.
Lowongan pekerjaan yang tersediapun belum cukup untuk mengurangi jumlah
pengangguran di Indonesia. Berikut merupakan tabel tingkat pengangguran di
negara-negara ASEAN[3]
:
Tingkat Pengangguran Negara-Negara ASEAN
No
|
Negara
|
Tingkat Pengangguran (%)
|
2005/2008
|
||
1
|
Indonesia
|
8,4
|
2
|
Filipina
|
7,4
|
3
|
Myanmar
|
4,0
|
4
|
Brunei Darussalam
|
3,7
|
5
|
Malaysia
|
3,6
|
6
|
Thailand
|
3,2
|
7
|
Singapura
|
2,2
|
8
|
Laos
|
1,3
|
9
|
Vietnam
|
1,3
|
10
|
Kamboja
|
0,8
|
*Data untuk Berunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand dan Vietnam, tahun 2008. Sementara untuk Kamboja, Laos, dan Myanmar,
tahun 2005.
Sumber : ASEAN Finance and Macro-economic Surveillance
Unit Database.
Kondisi seperti ini akan sulit bagi tenaga kerja
Indonesia untuk dapat bersaing dalam integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
mengingat masih didominasi oleh kualitas, daya saing dan produktivitas yang
rendah serta tingkat pengangguran yang tinggi dalam konteks penciptaan pasar
tunggal dan basis produksi akan memfasilitasi tenaga kerja yang terampil (skill
labor) bukan tenaga kerja yang tidak terampil (unskilled labor).
Namun, kondisi ini masih bisa dirubah dengan terus mengupayakan peningkatan
daya saing Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community salah satunya
melalui pengembangan kewirausahaan. Karena kita tidak bisa sepenuhnya
menyalahkan pemerintah yang tidak bisa menyediakan lapangan pekerjaan, mengapa
kemudian kita tidak menjadi wirausahawan? Penulis beranggapan bahwa masyarakat
Indonesia, pemuda khususnya memiliki kreativitas dan pengetahuan yang mereka
dapatkan di sekolah bahkan universitas, masyarakat Indonesia harus memiliki
mental yang kuat sebagai pengusaha daripada hanya berburu mencari pekerjaan
bersama jutaan pengangguran yang juga mencari pekerjaan. Mari memulai Indonesia
menjadi negara yang kreatif bukanlah menjadi negara pekerja.
Kekuatan Pengusaha Muda Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community
2015
Tantangan global yang akan dihadapi oleh Indonesia adalah
kompetisi perdagangan bebas ASEAN Economic Community (AEC). Dibawah Masyarakat
Ekonomi ASEAN, pembentukan pasar tunggal regional negara-negara ASEAN akan
berlangsung pada tahun 2015. Tujuan integrasi regional ini adalah untuk
menciptakan pasar yang kompetitif di negara-negara ASEAN. Lebih dari 600 juta
orang Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura,
Thailand, dan Vietnam akan ada perdagangan bebas, barang, jasa, modal investasi,
dan tenaga kerja terampil mengikuti arus liberalisasi.
ASEAN dan Indonesia khususnya membutuhkan lebih dari dua
hal yakni solidaritas dan keterlibatan pemuda. Ini merupakan suatu hal yang ambisius,
dan tahun 2015 adalah kurang dari satu tahun lagi. Untuk mengatasi hal itu,
produk dalam negeri harus ditingkatkan dengan inovasi yang mampu menambah nilai
dalam menciptakan bisnis dan memberikan lowongan pekerjaan. Untuk itu,
kreativitas pemuda dan inovasi merupakan peranan penting untuk memperkuat daya
saing produk dalam negeri dalam perdagangan bebas. Indonesia memiliki sekitar
hampir 250 juta orang, kisaran pemuda Indonesia adalah lebih dari 60 % dari
total jumlah penduduk Indonesia. Ini merupakan suatu kesempatan bagi Indonesia karena
memiliki jumlah sumber daya manusia yang besar, terutama yang produktif.
Masalah utama saat ini ialah masih kurangnya pengusaha
Indonesia, jumlah pengusaha sukses yang mampu mendorong perekonomian di
Indonesia saat ini hanya 3,74 juta orang (1,56%) dari 240 juta penduduk
Indonesia pada tahun 2012. Pemuda harus menjadi pencipta aktif dan investor
dalam produk dan jasa sebagai pengusaha. Inovasi pemuda selalu menjadi rumusan,
jadi mari kita tetap berpegang pada itu. Pengusaha muda perlu memiliki pola
pikir internasional, yang memberikan mereka kemampuan untuk membuat lintas
batas investasi.
Penduduk
Indonesia menyumbang angka 40 % penduduk ASEAN tentu saja merupakan
potensi yang sangat besar bagi Indonesia dalam menjadi negara ekonomi yang
produktif dan dinamis yang dapat memimpin pasar ASEAN di masa depan. Bayangkan
jika 10 - 40 %
penduduk ASEAN, khususnya penduduk Indonesia, menjadi produsen, mendirikan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) atau menjadi pengusaha dan melakukan
ekspor ke 9 negara ASEAN lain (dengan adanya pajak penghasilan, sewa,
dan lain-lain yang masuk ke kantong negara) kira-kira pendapatan nasional
Indonesia seperti apa? Akan menjadi luar biasa. Maka
sudah sepatutnya kita menjadi pemuda calon pemimpin negara ini karena mampu
memiliki visi untuk menggerakkan perekonomian dan meningkatkan pendapatan
nasional Indonesia. Lantas apa yang dapat dilakukan
jika memang saat ini belum mampu menjadi pengusaha? Jawabannya adalah kesediaan
untuk memulai dari diri sendiri : (a) Persiapkan diri untuk menghadapi
tantangan yang ada, (b) Kurangi konsumerisme barang-barang impor. (c) Bangga terhadap produk dalam negeri, kalau
memang memiliki uang untuk dibelanjakan, belilah produk-produk Indonesia,
sehingga uang kita bisa masuk ke kantong negara, dan (d) Perluaslah komunikasi
dan networking.
Peluang Indonesia Menjadi Negara Semi Pherypheri Melalui
Pengembangan Kewirausaan Dalam ASEAN
Economic Community 2015
Wacana pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada
tahun 2015 merupakan suatu peluang/kesempatan bagi Indonesia untuk menjadi
“macan ASEAN” atau merubah keadaan Indonesia dari negara pherypheri
menjadi negara semi-pherypheri atau bahkan menjadi negara core. Hal
ini bisa dilihat melalui kacamata teori sistem dunia (World System Theory).
Tokoh dari World System Theory ialah Immanuel Wallestein, Wallerstein
melihat bahwa pengorganisasian kapitalisme sebagai
struktur ekonomi yang semakin solid, menjadi sistem dunia (world system).
Wallersetein membayangkan sistem dunia sebagai sistem ekonomi global yang memberi kemungkinan
sirkulasi aktor dan pusat pertumbuhan ekonomi.
World Sytem Theory (WST) ini merupakan kritikan terhadap teori Dependencia
yang menyatakan bahwa negara akan selamanya menjadi negara pherypheri atau
tetap menjadi negara core. Namun berbeda dengan WST dimana teori ini
menyatakan bahwa adanya konsep kenaikan kelas. Negara pinggiran atau pheryperi,
jika berhasil terlibat dalam pembagian kerja, akan mengalami kenaikkan kelas
menjadi negara semi-pheriperi, dan bukan tidak mungkin akan menjad
negara center atau pusat (core). Seperti yang sedang berlangsung saat ini dalam pembangunan kapitalis di
negara-negara Asia seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan dan China dimana
integrasi dengan rejim pasar global tidak selalu harus berakhir dengan
eksploitasi, dominasi dan juga dependensi negara pasca-kolonial atas negara
maju. Menurut Immanuel Wallestein dinamika sistim dunia, yakni kapitalisme global,
selalu memberikan peluang-peluang bagi negara pinggrir untuk bisa memperbaiki
diri/naik kelas/turun kelas[4].
Sebagai
kunci dari dua positioning AEC 2015, melalui pengembangan
kewirausahaan pengusaha muda dan
pengusaha pemula harus meningkatkan daya saing, kemampuan, dan strategi
bisnisnya. Selain itu, pemerintah juga diharapkan mampu untuk menjaga
stabilitas perekonomian dan politik di tengah hingar bingar politik[5].
Para pengusaha ini nantinya harus meningkatkan hasil
produksinya untuk kemudian di ekspor. Indonesia
sudah mencatat sepuluh komoditi unggulan ekspornya baik ke dunia maupun ke
intra-ASEAN selama 5 tahun terakhir (2004 -2008) dan sepuluh komoditi
ekspor yang potensial untuk semakin ditingkatkan. Komoditi ekspor ke dunia
adalah minyak kelapa sawit, tekstil dan produk tekstil, elektronik, produk
hasil hutan, karet dan produk karet, otomotif, alas kaki, kakao, udang dan kopi[6].
Sedangkan komoditi ekspor ke intra-ASEAN adalah minyak petroleum mentah,
timah, refinne copper, batubara, karet, biji kakao dan emas. Disamping itu,
Indonesia mempunyai komoditi lainnya yang punya peluang untuk ditingkatkan
nilai ekspornya ke dunia adalah peralatan. kantor, rempah-rempah, perhiasan,
kerajinan, ikan dan produk perikanan, minyak atsiri, makanan olahan, tanaman
obat, peralatan medis serta kulit dan produk kulit[7].
Namun begitu, Indonesia harus teliti dalam mengidentifikasi tujuan pasar yang
sesuai dengan segmen pasar dan spesifikasi dan kualitas produk yang dihasilkan.
Melalui pemanfaatan ini, dengan mengembangkan jumlah
produk yang dihasilkan oleh para pengusaha dengan melihat komoditi yang
potensial, hal ini mampu mendobrak daya saing produk Indonesia dengan produk
dari negara-negara lain yang membuat Indonesia menjadi negara dengan
perekonomian yang besar di kawasan Asia Tenggara dan mampu berubah keadaan
Indonesia dari negara pinggiran ke
negara semi-pinggiran.
Hal ini didukung dengan para pengusaha Indonesia karena
Himpunan Pengusaha Mida Indonesia (HIPMI) akan terus mengingatkan peluang dan
hambatan bagi Indonesia saat pemberlakuan AEC 2015. Salah satunya adalah dengan
menginisiasi dan mendorong lahirnya Peraturan Presiden (PP) tentang
Peningkatan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Pengusaha Muda.
Pemerintah juga hendaknya melakukan langkah-langkah strategis
untuk menolong para pengusaha muda dalam negeri dengan melakukan sosialisasi
besar-besaran, memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM),
menyediakan modal, memperbaiki infrastruktur, reformasi kelembagaan dan
pemerintah serta reformasi iklim
investasi. Pemodalan ini sangat penting untuk meningkatkan kapasitas produksi
suatu usaha. Oleh karenanya, dibutuhkan lembaga pemodalan yang mudah diakses
oleh pelaku usaha dari berbagai skala. Terutama pelaku UMKM yang seringkali
kesulitan dalam penambahan modal.
Melihat kondisi seperti ini, dalam kacamata Sistem Dunia
ini maka merupakan suatu peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan perekonomian
Indonesia serta memanfaatkannnya untuk menguasai pasar di Asia Tenggara yang
mampu merubah Indonesia menjadi negara semi pheryperi. Karena memang
dalam sistem dunia ini merebut kesempatan adalah salah satu perubahan kenaikan
kelas pada suatu negara, maka dari itu melalui ASEAN Economic Community ini
Indonesia berusaha merebut kesempatan ini dengan meningkatkan daya saing dan
upaya peningkatan daya saing ini salah satunya melalui pengembangan
kewirausahaan.
Kesimpulan
Atas kebutuhan suatu negara dalam melakukan pembangunan
negaranya serta atas penyebaran pembangunan dengan melalui tahapan yakni; demonstation effect, compression effect, dan fussion effect negara kemudian mencoba untuk menerapkan apa yang telah
negara maju lakukan dan menjadikan negara maju sebagai model dalam menjadikan
keinginan yang dicita-citakan dalam waktu yang secepat-cepatnya. Bentuk dari
penyebaran pembangunan ini adalah dengan dibentuknya ASEAN Economic Community
(AEC) yang mana Uni Eropa sebagi model dalam melakukan pembangunan ini.
Wacana pembentukan ASEAN Economic Community ini merupakan
suatu peluang yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia dalam meningkatkan
perekonomiannya serta meningkatkan daya saing Indonesia dalam menghadapi AEC
2015 mendatang. Penulis mencoba memberi saran dalam upaya peningkatan daya
saing Indonesia melalui pengembangan kewirausahaan. Salah satu strateginya
adalah peningkatan usaha pada generasi pemuda, dimana pemuda sendiri berada
pada 60% dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan peningkatan para usahawan muda
ini yang menghasilkan produk yang kreatif dan inovatif yang mampu bersaing
dengan produk negara-negara ASEAN lainnya. Namun peran pemerintah dalam
pengembangan kewirausahaan ini sangat di perlukan, yang mana pemerintah harus
melakukan sosialisasi besar-besaran, memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM), menyediakan modal, memperbaiki infrastruktur, reformasi
kelembagaan dan pemerintah serta reformasi
iklim investasi.
Dengan strategi pengembangan kewirausahaannya, Indonesia
mampu menjadi negara dengan perekonomian tertinggi di ASEAN yang menjadikan
Indonesia sebagai “macan ASEAN”. Kondisi seperti ini memungkinkan untuk
Indonesia menjadi negara yang lebih maju dan merubah keadaan dari negara phryperi
menjadi negara semi pheryperi. Hal ini bisa digunakan dalam
kacamata teori sistem dunia yang menyatakan bahwa adanya suatu kosepsi kenaikan
kelas dari negara pinggiran ke negara semi pinggiran atau bahkan negara pusat.
Tentunya dari perubahan Indonesia ke kelas yang lebih tinggi memerlukan usaha
yang mana merebut kesempatan/peluang yang ada. Melalui ASEAN Economy Community
ini dengan program pengembangan kewirausahaan Indonesia akan meningkatkan daya
saing tersendiri yang mampu merubah keadaan Indonesia dari negara pheryperi
ke negara semi pheryperi atau bahkan menjadi negara core.
[1]
Ade Marup, “ Materi Kuliah Teori
Pembangunan”, dalam PPT Kuliah Pembuka, slide 19-23
[2]
Bambang Cipto, “ASEAN Economic
Community”, dalam Hubungan
Internasional di Asia Tenggara, Tropong Terhadap Dinamika, Realitas, Dan Masa
Depan”, hal 247
[3]
Dodi Mantra, “ Hegemoni dan
Diskursus Neoliberalisme “, Menelusuri Langkah Indonesia Menuju Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015”, hal 148
[4] Ade Marup, “ Materi Kuliah Teori
Pembangunan “, dalam PPT Teori Sistem Dunia, Slide 16
[5]
http://beritadaerah.com/2014/02/19/pengusaha-muda-indonesia-diuji-dalam-aec-2015/
[6]
http://www.tempo.co/read/news/2014/01/20/090546437/Perdagangan-Tetap-Andalkan-10-Komoditas-Utama-Ini
[7]
Dian Wahyudin, “ Jurnal, dalam
Peluang Atau Tantangan Indonesia Menuju ASEAN Economic Community 2015 ”, hal 11